Kamis, 27 Februari 2014

Momongan dan Istihadhoh

Saya sudah 7 tahun menikah tapi belum punya momongan. Saya mempunyai masalah menstruasi. Kadang menstruasi lebih dari 2 minggu, berhenti 1 minggu, lalu menstruasi lagi. Bagaimana dengan ibadah saya ustadz? (Yanti, Kebumen).

Ibu Yanti yang dimuliakan Allah, ada dua hal yang perlu saya sampaikan.
Pertama, tentang belum ada momongan. Anda tidak perlu risau. Banyak pasangan yang usia pernikahannya jauh lebih panjang dan tidak diberi momongan. Yakinlah bahwa Allah selalu memberi yang terbaik. Tentu, bukan berarti tidak berusaha. Kalau sudah usaha ini itu namun belum berhasil hingga manapouse, mungkin memang takdirnya tidak diberi momongan dari rahim sendiri.
Tidak mengapalah sekiranya naluri keibuan Anda disalurkan kepada anak-anak lain yang membutuhkan kasih sayang. Anda dapat menjadi orang tua asuh bagi anak-anak yatim atau telantar. Saya sarankan Anda mentadabburi Q.S. Ali Imran ayat 35 – 60.

Yang kedua, ketidakteraturan menstruasi yang Anda alami ini dalam fiqh disebut istihadhah. Darah istihadhah adalah darah yang keluar dari farji di luar kebiasaan waktu haid maupun nifas. Darah ini mengalir karena urat yang terputus secara terus-menerus dan terjadi selama-lamanya atau 1-2 hari dalam sebulan.
Untuk itu, Anda harus mengingat kebiasaan Anda haid tanggal berapa dan berapa hari. Di luar kebiasaan itu namanya istihadhah. Anda juga dapat memperhatikan sifat-sifatnya karena sifat darah haid berbeda dengan istihadhah.

Karena bukan haid, pada saat istihadhah hukumnya sama dengan wanita yang suci. Apabila sebelum istihadhah haidnya teratur, dia harus meninggalkan shalat saat masa haid. Setelah masa haid berakhir, ia mandi, mengerjakan shalat, puasa, dan boleh berhubungan badan.
Rasulullah SAW mengatakan kepada Ummu Salamah r.a., “Hitunglah berdasarkan bilangan malam dan hari dari masa haid pada bulan berlangsungnya, sebelum dia terkena serangan darah penyakit (istihadhah) yang menimpanya. Maka tinggalkanlah shalat sebanyak bilangan haid yang biasa dia jalani setiap bulannya. Apabila ternyata lebih dari batas yang berlaku, hendaklah dia mandi, lalu memakai pembalut dan mengerjakan shalat,” (H.R. Abu Dawud dan An-Nasai).

Bila haidnya tidak teratur, lupa masa haid yang biasa dialaminya, sementara darahnya berubah-ubah warna hitam pekat atau merah, maka ketika darah itu berwarna hitam, dia tidak wajib shalat maupun puasa dan tidak boleh berhubungan badan. Namun bila sudah melewati masa 15 hari, dia harus bersegera mandi besar dan mengerjakan shalat setelah berhentinya darah hitam.

Rasulullah SAW mengatakan kepada Fatimah binti Abi Jahsyin, “Jika darah haid, dia berwarna hitam seperti yang diketahui banyak wanita. Jika yang keluar adalah darah seperti itu maka tinggalkanlah shalat. Jika yang keluar adalah darah lain (warnanya, yakni darah istihadhah), berwudhulah setelah mandi dan laksanakan shalat. Karena darah itu adalah darah penyakit,” (H.R. Abu Dawud dan An-Nasai).

Bila haidnya tidak teratur dan darahnya tak dapat dibedakan, ada sebuah hadits dari Hamnah binti Jahsyin. Dia menceritakan: Aku pernah mengalami istihadhah. Darah yang keluar sangat banyak. Aku datang pada Rasulullah SAW untuk meminta fatwa. Beliau bersabda, “Sesungguhnya darah itu keluar akibat hentakan setan. Jalanilah masa haidmu selama 6 atau 7 hari, kemudian mandilah. Jika kamu telah melihat bahwa dirimu telah suci dan bersih, shalatlah pada 24 atau 23 hari berikutnya (pada masa suci) serta puasalah. Cara seperti itu boleh  kamu lakukan. Di samping itu lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh wanita-wanita yang menjalani masa haid setiap bulannya” (H.R. Tirmidzi).
Secara ringkas, teknis shalat bagi wanita istihadhah adalah:
  1. Cuci darah istihadhah, tutup rapat kemaluan dengan pembalut. Rasulallah SAW bersabda kepada Hamnah binti Jahsy r.a., “Aku beritahukan kepadamu (agar menggunakan) kapas kerena kapas dapat menyerap darah” Hamnah berkata: “Darahnya lebih banyak daripada itu” Rasulallah SAW bersabda lagi: “Maka pakailah penahan” (H.R. Abu Daud dan At-Tirmidzi).
Jika masih tetap keluar setelah diberikan penahan, darah yang keluar (rembas) tidak membatalkan wudhu dan shalatnya sah. Karena kesulitan baginya untuk mencegah darah yang keluar.
  1. Wajib mengulangi mencuci darah dan menutup kemaluan dengan pembalut setiap akan wudhu.
  2. Tidak boleh berwudhu sebelum masuk waktu shalat
  3. Satu wudhu hanya bisa berlaku untuk satu shalat fardhu saja kecuali shalat sunah boleh dilakukan sekehendaknya.
  4. Harus segera shalat setelah berwudhu. Jika shalatnya ditunda, wudhunya wajib diulangi karena dikuatirkan darah akan keluar lebih banyak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar